FROM PEOPLE TO ACCOUNT


Pada awalnya konsumen bertindak sebagai individu mereka harus bersentuhan dengan merek melalui dirinya secara langsung. Perkembangan teknologi kini merubah kebiasaan tersebut. Konsumen kini lebih bergantung kepada komputer dan akses internet. Konsumen dilanda stress ketika ketinggalan handphone lebih dari ketinggalan dompet. Melalui handphone tersebut individu lebih bisa menunjukan eksistensi diri, attensi , opini bahkan interkasi lebih menarik perhatian mereka melalui sosial media. Data personal kini dan pemberian informasi mengenai indentitas kini lebih mudah di akses, dibagikan dan lebih mencair.

Kondisi ini menyebabkan berkembangnya indentitas yang berlaku di dunia cyber dimana seseorang mengkomunikasikan dirinya melalui teks sehingga akan berpengaruh pada bagaimana mereka mengkomunikasikan dirinya secara virtual. Komunikasi tatap muka memungkinkan seseorang dapat diketahui identitasnya secara gender, ras, penampilan dan karakteristik yang melekat padanya namun di dunia virtual hal ini dapat dimanipulasi bahkan setiap orang boleh menjalankan identitas nya lebih dari satu dengan memiliki lebih jumlah account. Keadaan ini jelas terlihat ketika teknologi, internet dan komputer memberikan ruang bagi mereka untuk menyembunyikan identitas atau memanipulasi data seolah olah ada indentias ‘ front stage “ dan “ Back Stage” seperti yang dikonsepkan oleh Goffman. Dipanggung belakang lah setiap orang menyembunyikan personal identity  nya sedangkan yang ditampilkan di depan adalah identitas sosial nya (social identity) ( Gofman , 1968:29; tom Burns, 1992:88-89 dalam  Nasrullah, 2014; 143)

Identitas yang berada di depan ( front stage ) bisa dirubah sesuai dengan keinginan seperti secara individu anda adalah laki laki, berusia 41 tahun, bernama Indra dan ketika dibawa ke identitas social di dunia maya dirubah secara account menjadi Anisha _cute_seveteenth.  Bagi marketers hal ini menjadi situasi yang dilematik. Misalnya produk mereka ditujukan untuk wanita 17 tahun maka “ si indra” pun akan menjadi sasaran komunikasi mereka meskipun bukan target market potensial. Melihat situasi ini maka perlunya harmonisasi yang baik antara pemasaran di dunia maya di dukung juga dengan dunia nyata.

Ini yang perlu menjadi perhatian para marketers dalam menghadapi indentitas audiencenya di dunia maya . Wood dan Smith 2004; 63-67 dalam Nasrullah , 2014; 145  memparkan 3 tipe identitas yakni :

 

 

  1. Real life identity

Menunjukan siapa sebenarnya individu tersebut

  1. Pseudomyty

Identitas asli mulai kabur dan bahkan menjadi palsu

  1. Anonymity

Bentuk baru identitas yang benar benar terpisah sehingga tidak bisa dirujuk kepada siapa identitas itu dimiliki.

Penerapan segmentasi dalam membuat  strategi marketing communication tentunya masih diperlukan sebagai upaya penentuan penyampaian pesan dengan benar , cara-cara memasarkan produk sesuai dengan kelas nya dan masih banyak lagi namun kini marketer perlu meluaskan komunikasi pemasaran melalui dunia cyber dan perlu diketahui bagaiman cara memperlakukan account tidak bisa sama dengan perlakuan secara people.


Leave a Reply