Emotional Branding


Saat ini marketers harus menyadari bahwa kegitan pemasaran mereka kepada customer harus lebih personal. Manusia pada dasarnya senang dipelakukan lebih personal dan mengena pada hati mereka. Kata “Emosional” disini adalah bagaimana suatu merek menggugah perasaan dan emosi konsumen. Marketers kini dituntut suatu metodologi baru bagaimana menghubungkan merek dengan konsumen secara emosional sekaligus kepuasan terhadap material. Contohnya mengapa orang memakai merek-merek seperti Ferari, Dior , Lois Vuitton , Berobat di Erha, terbang bersama Singapore Airlines ? ketika ditanya pasti mereka akan mengatakan lebih kepada perasaanya “ saya sih merasa……”  Dalam hal ini publik ingin merasa bahwa hidup mereka terjamin dengan komitmen yang diberikan oleh sebuah brand.

Emotional Branding menyediakan alat serta metodologi untuk menghubungkan produk ke konsumen secara emosional dengan cara yang mengangumkan. Emotional Branding memfokuskan pada aspek yang paling mendesak dari karakter manusia; keinginan untuk memperoleh kepuasan material, dan mengalami pemenuhan emosional. Suatu merek berada pada posisi yang unik untuk memperoleh aspek-aspek ini karena merek dapat memanfaatkan dorongan-dorongan aspirasional yang mendasari aspirasi manusia. (Marc Gobe, 2005:xviii)

Konsep dasar dari proses praktek pendekatan Emotional Branding didasarkan pada empat pilar penting yaitu : Hubungan, Pengalaman Panca Indra, Imajinasi, dan Visi. Pilar-pilar ini menyediakan cetak biru dari strategi Emotional Branding yang sukses (Marc Gobe, 2005:xxxvi)

 

  1. Hubungan : Adalah tentang menumbuhkan hubungan yang mendalam dan menunjukkan rasa hormat pada jati diri konsumen yang sebenarnya serta memberikan mereka pengalaman emosional yang benar-benar mereka (konsumen) inginkan
  2. Pengalaman Panca Indra : Menyediakan konsumen suatu pengalaman pancaindra dari suatu merek adalah kunci untuk mencapai jenis hubungan emosional dengan merek yang menimbulkan kenangan manis serta akan menciptakan preferensi merek dan menciptakan preferensi merek dan menciptakan loyalitas
  3. Imajinasi : Dalam penetapan desain merek adalah upaya yang membuat proses emotional branding menjadi nyata. Pendekatan imajinatif dalam desain produk, kemasan, toko ritel, iklan, dan situs Web memungkinkan merek menembus batas atas harapan dan meraih hati konsumen dengan cara baru yang segar.
  4. Visi : Adalah faktor utama kesuksesan merek dalam jangka panjang. Merek berkembang melalui suatu daur hidup yang alami dalam pasar dan untuk menciptakan serta memelihara keberadaannya dalam pasar saat ini, merek harus berada dalam kondisi keseimbangan sehingga bisa memperbarui dirinya kembali secara terus menerus.

Sering saya katakan pada mahasiswa “Dimana sesungguhnya brand itu hidup?” saya selalu mengingatkan mereka bahwa brand itu hidup di “otak” manusia. Coba saja anda datang ke rumah makan dan minta “Aqua” lalu anda diberi merek lain maka beberapa dari anda masih saja “ nrimo atau anda datang ke KFC dan minta coca cola dan anda di beri pepsi pun “nrimo” saja . Meski sekarang saya perhatikan nama brand pepsi selalu disebut oleh pelayan KFC sehingga customer pun akan menjawab pepsi.  Ini sebuah usaha hebat karena pelayan sebagai agent perubahan dimana mereka akan merubah kebiasaan mereka yang dulu selalu meyebutkan “coca-cola” di KFC kini dengan sendirinya konsumen akhirnya meminta sendiri “ saya minumnya pepsi ya mba ..” meski merinda dan 7 up sepertinya masih perlu usaha lagi.  Bila diteliti sebenarnya brand itu sudah tertanam di otak orang , sehingga apa bila ada perasaan takut menggunakan , tidak nyaman , kurang “ apalah-apalah “ maka bisa jadi itu datang secara psikis saja.

Pernah saya tanyakan kepada teman saya yang pergi ke Singapore menggunakan Singapore Airlines , lalu saya bertanya kepada dia tentang alasanya menggunakan Singapore Airlines lalu dia menjawab “ Lebih ngerasa aman aja gitu, coba kalo naik maskapai X , rasanya saya menjadi “Ahli Berodadan sepanjang jalan bisa jadi berdoa  “  inilah bila sebuah brand sudah sampai di otak manusia bisa turun ke perasaan sehingga timbul rasa percaya , rasa aman dan tenang ataupun sebaliknya.

Dengan kata lain , konsumen kini menuntut untuk diperhatikan perasaan mereka jadi buat apa anda bikin produk berkualitas namun perasaan konsumen anda tidak diperhatikan. Hal yang perlu diperhatikan oleh marketers adalah untuk membuang keyakinan yang selama ini bersemi bahwa kegiatan pemasaran itu hanya berkaitan dengan target market nya saja namun sesunggunya lebih kepada target “ mind and emotion” ( Gobe, 2001; XXVII)

Dijaman cyber ini, orang mudah untuk menjadi “Traumatik without Self Experience” atau trauma tanpa mengalaminya sendiri dan hanya mendengar dari cerita orang lain . Banyak akses mereka menjadi trauma misalnya cerita –cerita yang timbul di status-status misalnya “ pas naik pesawat X, saya abborted landing padahal landasan sudah terlihat “ bila ditinjau secara rasional , kejadian aborted landing itu terjadi karena angin kencang atau kejadian lain dimana pilot mengambil kepetusan itu justru dengan alasan keselamatan penumpang, namun mau tidak mau , suka tidak suka ini manusia awam akan mengaitkannya dengan brand . Saya memperhtikan beberapa rekan langsung merubah tiket mereka bahkan rela tiket nya hangus dan naik pesawat dengan brand ternama setelah membaca status di sosial media . Ketika saya tanya alasan mereka mereka bilang “ Jadi Trauma Duluan “ lalu saya tanyakan , apakah dia pernah naik pesawat X? Dia jawab “ pernah “ lalu saya tanyakan lebih lanjut “ pernahkan mengalami hal serupa?“ dia bilang “ Belum.. jangan sampai dech .. amit amit.. ini aja gw udah trauma duluan” . Terlihat sudah bahwa brand benar benar bermain di otak mereka , padahal setelah ganti pesawat saya perhatikan produksi pesawat mereka sama sama dari pabrik pesawat terbang ternama dan sejenis.

Dalam upaya membangun emotional branding dialog antara marketers sebagai representative dalam hal promosi dari perusahaan harus dapat mencari celah bagaimana berkomunikasi dengan mencari realitas yang dekat dengan konsumen. Marc Gobe dalam bukunya Emotional Branding  ( 2001; xxxii) menuliskan tentang “ Sepuluh Perintah Emotional Branding” dan akan saya kaitkan dengan kondisi diera cyber sesuai dengan kebutuhan. Adapun ke 10 perintah tersebut adalah :

  1. Dari Konsumen menjadi Manusia

Konsumen adalah manusia terbaik bagi marketers dan bukan lagi menjadi sasaran perang adu ide kreatif antar perusahaan guna meraih hatinya. Saya menambahkan disini konsumen dalam dunia cyber adalah account dimana yang mengoprasikan account tersebut adalah manusia. Untuk itu perlakukanlah mereka seperti manusia. Lihat saja, ada nya kebebasan bicara di dunia virtual dan terjadinya komunikasi secara horiontal. Semua dianggap sama dan apakah marketers akan “tega” membuat mereka hanya menonton sebuah pertarungan ide antar kompetitor sehingga mereka sulit percaya terhadap brand anda. Melalui dunia digital atau cyber era ini , marketers justru harus lebih bisa membangun kemitraan dengan mereka guna meraih “win-win” karena didasari hubungan yang saling pengertian itu terjalin.

 

 

  1. Dari Produk menuju pengalaman

Pada dasarnya produk bukanlah sekedar produk, namun melahirkan suatu pengalaman bagi penggunanya. Pengalaman berbelanja atau ketika berhubungan dengan produk menjadi suatu pertimbangan apakah mereka akan membeli satu kali atau berulang. Dalam dunia cyber kini konsumen lebih pintar bahkan merekalah yang menciptakan kompetitor sendiri ketika hendak melakukan pembelian dan mereka jugalah yang dengan mudah mengeliminasi dari pilihannya . Contohnya pada pembelian voucher hotel secara on-line. Konsumen ibaratnya akan membuka laman beberapa hotel disinilah kompetitor dipilih dan dieliminasi langsung oleh konsumen. Disinilah marketers bekerja lebih ekstra agar tetap menciptakan pengalaman positif agar konsumen tetap tertarik sehingga minat konsumen tetap terjaga. Markters perlu membuat kreasi dan inovasi dalam cara penjualan nya dan dalam dunia cyber penting untuk dapat memainkan imajinasi konsumen.

 

  1. Dari Kejujuran menuju Kepercayaan

Bila konsumen sudah percaya maka kepercayaan itu akan bersifat melekat dan intim. Kejujuran adalah suatu keharusan bagi pemasar karena konsumen memiliki otoritas yang semakin kuat dalam memberikan penilaian terhadap produk. Bagaimana kenyamanan total diberikan pada konsumen ketika berhubungan dengan perusahaan. Dalam dunia cyber misalnya konsumen kini melakukan pembelian secara online. Mereka tidak melihat toko, gerai ataupun kantor nya namun ketika mereka hendak melakukan komplain , pengembalian barang yang rusak atau masalah-masalah lainnya tidak dibuat sulit sehingga mereka akan percaya penuh bahwa perusahaan benar-benar bertanggung jawab pada pelangganya.

 

  1. Dari Kualitas menuju preferensi

Bila konsumen telah menjadikan produk anda sebagai pilihannya maka ini lah sukses anda . Banyak tawaran yang ada di dunia cyber ini, misalya situs-situs penjual voucher hotel. Siapa dintara mereka yang telah mencapai keterikatan emosional dan menjadi pilihan maka situs itulah yang telah memenangkan hati konsumennya.

 

 

  1. Dari Kemasyhuran menuju Apresiasi

Seberapa terkenal merek anda belum tentu anda di apresiasi bahkan dicintai namun jadilah terkenal karena mampu menjawab apresiasi konsumen yang tidak bisa dipenuhi oleh Kompetitor anda. Saya melihat contoh brand yang sudah masyhur dan dapat memenuhi apresiasi konsumen . Sebut saja salah satunya adalah Airasia. Ketika semua penerbangan tidak menjadi solusi bagi mereka yang kurang mampu secara ekonomi untuk terbang , justru AirAsia dapat mewujudkanya bahkan kini kita dapat melihat sendiri bahwa AirAsia kini dinikmati bukan hanya dari kalangan yang pas-pas an namun ingin bisa melakuka  perjalanan dengan pesawat saja terbukti beberapa kalangan diatas pun sudah mau naik pesawat ini tanpa mereka mereka menjadi low end. Inilah kemasan yang dibangun Airasia dengan segudang prestasinya menjadi the best low cost dan dapat membaca konsumen hari ini sebagai “ The best price seekers” . Jadi, Buat apa terkenal namun tidak bisa membangun apresiasi di hati konsumen?.

 

  1. Dari Identitas menuju kepribadian

Identitas merek kini hanya sekedar keuninkan dan menunjukan point perbedaan dalam ruang lingkup kompetisi, namun kepribadian merek akan berbicara berkenaan dengan karakter atau kharisma yang mendorong suatu respon emosional.. Sebut saja AirAsia , benar-benar membangun kepribadian yang unik sebagai sebuah maskapai penerbagan. Hal ini tercermin mulai dari saat kita membuka website sampai eksekusi di pesawat.

 

  1. Dari Fungsi menuju Perasaan

Kini berbicara masalah kegunaan atau kualitas saja tidak cukup, tapi kita harus concern terhadap pengindraan yang berkenaan dengan pengalaman. Bukan hanya packaging dan desain produk namun marketers harus mampu membuat produk tersebut berasa berkesan, diingat  dan menarik bagi konsumen. Contoh produk Apple  selalu menghadirkan bentuk yang segar dan pengalaman panca indera yang dihargai oleh konsumen.

 

  1. Dari Ubikuitas menuju Kehadiran

Ubikuitas merupakan keberadaan yang sangat umum dan dapat dilihat namun kehadiran disini merupakan kehadiran emosional. Brand hidup di otak manusia sehingga bisa menggugah perasaan yang membentuk hubungan permanen dengan manusia apalagi bila sebuah brand dikaitkan dengan gaya hidup. Dalam era cyber ini , banyak perusahaan-perusahan mulai membangun kehadirannya sejak konsumen membuka website nya namun masih lemah.  Banyak gambar-gambar di re –touch secara hypererality ketika konsumen menghadirkan kompetisi ditengah pencarian mereka. Namun saya masih melihat konsep kehadiran masih terukur untuk kuantitas bukan kualitas. Misalnya pembelian tiket online, gambar-gambar tersebut memang benar ada, namun pengalaman konsumen tetap menjadi no 1 untuk menggugah kepercayaan konsumen yang akan membeli. Dalam hal ini marketrs perlu membuat cara yang inventif guna membangun hubungan riil dan tahan lama.

 

  1. Dari Komunikasi menuju Dialog

Komunikasi adalah memberi tahu , sedangkan dialog adalah berbagi. Komunikasi yang selama ini terjadi adalah komunikasi secara satu arah dari perusahaan dan konsumen. Namun di era komunikasi horizontal dimana dialog terjadi di dunia virtual dimana komunikasi dua arah dalam percakapan dengan konsumen sehinga membangun kemitraan yang precious dengan konsumen. Bisa saya tambahkan ini lah kita saatnya berbicara dengan “talk with” ( terciptanya dialog)  model dan mulai tidak hanya “Talk To” ( hanya mengkomunikasikan saja)

 

  • Dari Pelayanan menuju Hubungan

Pelayanan adalah menjual namun hubungan adalah penghargaan . Siapa yang tidak merasa special ketika seseorang menyebut nama anda ketika anda hadir di tokonya. Perusahana yang menjalin hubungan dengan konsumennya adalah mereka yang perduli dan paham siapa konsumen mereka. Hal ini masih perlu dibagun lebih lanjut dalam dunia digital. Selama ini personalize masih dibangun berdasarkan data based sehingga pada saat mengirim email nama anda sudah tercatat. Namun ini semua masih tergantung konsumen nya bila salah mencatat nama maka personalize pun ikut salah. Hal ini masih harus dipikirkan lagi oleh marketers guna membangun hubungan sejak mereka membuka website mereka. Namun yang selama ini terjadi adalah user masuk untuk login dan disanalah terjadi personlalisasi misalnya , selamat datang bapak Indra Pamungkas,  ketika hendak melakukan reservasi data kita sudah ada sehingga tidak perlu lagi mengisi ulang . Hal ini cukup membantu saya sebagai konsumen dan merasa perusahaan memperhatikan konsumen yang akhirnya enggan mengisi form bila waktu mereka terbuang. Sehingga saya pun membuka website tersebut ketika ingin memesan tiket pesawat, kereta api bahkan hotel. Seperti yang dikemukan oleh CEO Starbuck “ Jika kita menyapa konsumen , bertukar beberapa kata dengan mereka dan membuatkan minuman yang sesuai dengan selera mereka maka mereka akan antusias untuk kembali lagi


Leave a Reply